Bupati Labuhanbatu Nonaktif Erik Adtrada Ritonga Divonis 6 Tahun Penjara atas Kasus Suap Proyek

PP SUMBAGSEL , SUMATERA UTARA – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada Bupati Labuhanbatu nonaktif, Erik Adtrada Ritonga.

Erik dinyatakan bersalah dalam kasus suap terkait pengamanan proyek di Kabupaten Labuhanbatu dengan nilai mencapai Rp4,98 miliar.

“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Erik Adtrada Ritonga dengan pidana penjara selama 6 tahun,” ujar Ketua Majelis Hakim, As’ad Rahim Lubis, dalam persidangan yang berlangsung pada Rabu (25/9).

Majelis hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp300 juta kepada Erik. Jika denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan digantikan dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Erik terbukti melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Erik dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dengan dakwaan primer yang diajukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam persidangan, terungkap bahwa Erik telah menikmati uang suap sebesar Rp1,7 miliar. Majelis hakim membebankan Erik untuk membayar uang pengganti sebesar Rp368 juta, setelah mempertimbangkan bahwa Rp1,33 miliar sudah disita dan dirampas untuk negara.

“Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut,” tegas Hakim As’ad.

Jika harta benda Erik tidak mencukupi, hukuman tambahan berupa pidana penjara selama 2 tahun akan diberlakukan.

Selain hukuman penjara dan denda, majelis hakim juga mencabut hak politik Erik Adtrada Ritonga selama 3 tahun setelah selesai menjalani hukuman.

Erik tidak diperbolehkan dipilih sebagai anggota DPR RI, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota.

Perbuatan Erik dianggap memberatkan karena tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Sebagai seorang bupati, Erik juga dinilai tidak memberikan contoh yang baik bagi masyarakat, dan tindakannya telah menghambat pembangunan di Kabupaten Labuhanbatu.

Namun, hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan, seperti sikap sopan Erik selama persidangan dan kondisi kesehatannya yang tengah menderita stroke iskemik.

Hakim memberikan waktu 7 hari kepada Erik dan JPU KPK untuk menentukan apakah akan mengajukan banding atau menerima vonis tersebut.

Vonis 6 tahun penjara ini sesuai dengan tuntutan JPU KPK yang sebelumnya menuntut hukuman serupa.

Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Labuhanbatu pada 11 Januari 2024.

Erik diketahui meminta fee hingga 15 persen dari nilai proyek kepada kontraktor agar memenangkan tender pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Labuhanbatu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *